Burn The Ship Mentality



Harga properti di Jakarta mahal. Sekalipun itu cuma ngekos. Apalagi saat ini, di tahun 2022 harga-harga kosan makin gak masuk akal untuk aku si buruh dengan gaji UMR. Susah cari harga kosan yang sesuai budget dengan fasilitas atau lingkungan yang 'layak' di pusat kota. Oke, kenapa ga coba cari di pinggiran Jakarta ul? Nope, karena rumah yang sudah aku ambil lokasinya udah di pinggiran Jakarta,  di kota penyangga, yang mana meski sudah terjangkau transportasi umum, jaraknya masih jauh dengan waktu tempuh yang memakan waktu kurang lebih 1-2 jam. Aku ga punya energi sebanyak itu untuk PP apalagi saat ini, pekerja Jakarta udah mulai hybrid kerja di kantor. Udah mulai crowded banget.

Mau gak mau memang harus merogoh kocek agak dalam supaya bisa dapat kosan di tengah kota dengan fasilitas yang 'mendingan'. 

Saat ini aku memutuskan untuk pindah dari kosan lamaku di Karet. Kalau dari segi lokasi, Karet emang juara banget, dekat kemana-mana, tapi rasanya masih banyak yang kurang pas, meski aku udah 9 bulan tempatin kosannya. Yang utama soal minimnya fasilitas umum dengan harga Rp 1,5 juta, kebersihan yang kurang terjaga, tidak ada ruang komunal apalagi ruang hijau untuk relaksasi, dan gak ada dapur. Alhasil aku bener-bener cuma numpang tidur di sana. Gak ada semangat untuk gerak, jalan pagi, atau bikin makanan sehat. Wajar kalau aku saat ini menggendut dan gampang stress. Beda waktu di Pejaten dulu, karena lingkungan mendukung, aku seneng banget buat jogging pagi. Dan saat ini aku udah di tahap ingin konsisten hidup sehat lagi. So, mari kita buat keputusan besar. Pindah kosan ke tempat yang lebih baik (meski harganya mahal).

Dan tadi siang aku baru saja booking kosan di tempat baru. InsyaAllah aku akan pindah akhir bulan ini dan menempati kosan di daerah Mampang dengan harga Rp 1,8 juta. Kalau dari anggaran, sebetulnya aku tak mengubah budget sama sekali dari budget sebelumnya, karena sisanya suamiku yang tanggung wkwk. Hanya saja, banyak juga cost tambahan yang mesti kuperhitungkan. Salah satunya soal transportasi dari stasiun KRL ke kosan dan beberapa fasilitas pribadi yang tidak diprovide pemilik kos. Aku juga punya kekhawatiran tidak bisa sering memasak dan justru beli makanan online karena minim warung nasi di sekitar kosan. Apakah keputusan ini worth to try??

Jujur, khawatir zonk. Tapi aku akan coba mengkonversikan kekhawatiran tersebut dengan output produktif. Harusnya sih setelah menginvestasikan sesuatu yang lebih "pain," awarenessku terhadap sesuatu yang inginku capai bisa lebih tinggi. Karena ada perasaan sayang sudah menggelontorkan uang. 

Daftar hal-hal yang akan ku lakukan (tidak berorientasi untuk menghasilkan uang tapi kalau ternyata bisa menghasilkan berarti bonus wkwk) 
  • Menghidupkan kebiasaan jogging pagi 
  • Stok sarapan sehat dan buah 
  • Bawa bekal makan siang 
  • Sering ngonten karena kamarnya lebih aesthetic dan lokasi strategis (harus jalan kalau libur!) 
Udah empat itu aja deh haha kalau ternyata bikin uang makan bisa ditabung, mari kita kumpulkan buat jalan-jalan ke luar kota hehe 

Sekian curhatan overthinkingku di malam hari. Kalau kamu relate dengan mahalnya harga kosan di Jakarta boleh curhat juga di sini 😆 Terima kasih sudah membaca. Aku senang bisa kembali nulis blog meski spontan banget wkwk

Gimana Hari Pertama Kerja?

Notebook by Free-Photos from Pixabay

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang Maha Pemberi Rezeki. Bulan ini, setelah 10 bulan menganggur, akhirnya aku dapat kerjaan juga dengan posisi yang sama seperti di kantor sebelumnya, Video Journalist di kanal 20detik, detikcom. 


"Kok detikcom ul? Bukannya anak-anak detik banyak yang pindah ke kumparan ya? 
Kalau kata Mas Nanang (HRD detikcom) nih, it's about the right person at the right time at the right placeWhy no to try gak sih kalau di depan udah dikasih kesempatan? 

Terus waktu awal-awal kena layoff, aku kan sempet ke psikolog untuk konsultasi dan coba kontemplasi di mana nih part yang harus aku improve, dan satu hal yang dibilang sama psikologku, "Ul, saat ini bukan berarti kamu gagal, coba aja terus di manapun itu. Gak semua kondisi sama kok."  

Dan ternyata bener sih apa yang dibilang psikologku itu. Aku sempet ada trauma soal first impression, jadi agak hati-hati banget nih soal ini, tapi ternyata hari pertama kerjaku di sini alhamdulillah berjalan mulus. Banyak banget improvement yang aku rasain dibanding saat aku masuk pertama kerja dulu. Bukan, bukan tentang lingkungannya, tapi tentang dorongan dari internal diri. 

Hari Pertama Kerja saat Fresh Graduate

  • Punya kenalan teman satu kantor (itu juga direkomendasiin Kak Rahmat) tapi gak difollow up.
  • Gak banyak cari tau tentang jobdes pekerjaannya sebelum masuk, menunggu arahan.
  • Gak proaktif, malu-malu. 

Hari Pertama Kerja saat Ini
  • Mengisi waktu kosong sebelum bekerja dengan belajar mandiri yang berkaitan dengan bidang yang aku tekuni (baca buku dan ikut pelatihan online) 
  • Membangun mindset self growth dan membuat career plan untuk setahun kedepan. Supaya ada target yang bisa dicapai.  
  • Jujur soal kelebihan dan kekurangan saat interview user. Ternyata ini membantu banget saat hari pertama kerja, user bisa assesment kekurangan apa aja yang harus ditambal (dengan penugasan dan pelatihan).  
  • Approach ex senior detik, teman seperjuangan dan senior di divisi. Tanya-tanya soal kantor dan juga kerjaan sehari-hari. 
  • Latihan skill yang dibutuhkan sebelum masuk kerja (ini bantu ningkatin kepercayaan diri juga ternyata, karena kita akan ngerasa mampu buat jalanin tugas sehari-hari) 
  • Banyak bertanya berkaitan pekerjaan agar bisa dapat insight-insight sebelum bertempur. 
  • Mencatat semua hal penting termasuk tugas dan tips-tips. 

Well, meskipun posisinya sama, tapi effort dan pegorbanan yang aku kerahkan untuk sampai titik ini tuh lebih dari sebelumnya. Kalau bukan karena kehilangan, mungkin aku gak banyak belajar.  

Maka benar apa yang disabda Rasulullah, bagi muslim itu semua perkara adalah baik. 

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)

Semoga postingan ini sedikit banyaknya bisa membantu teman-teman yang lagi berjuang untuk membangun karir di usia 20nya yaaa! See you di cerita-cerita selanjutnya. 

Proses Rekrutmen di Detikcom



Sesuai dengan judulnya, ini bukan tutorial, tapi cuma sekadar berbagi pengalaman proses rekrutmen di media online, khususnya di detikcom. 

Aku mulai aktif apply kerja di bulan Maret lewat job portal Tech in Asia. Ini karena hasil rekomendasi dari teman-teman tongkrongan, mereka bilang, kalo apply di Tech in Asia, cepat nyangkutnya. Haha dan ternyata kejadian di aku. 

Jarak antara seleksi berkas dengan undangan tes psikotes di detikcom ternyata cukup cepat, cuma lima hari aja. Dari 19 Maret 2021 - 24 Maret 2021. Oya, karena masih masa pandemi nih, semua tahap rekruitmen dilaksanakan online. 

Nah untuk tes psikotes ini aku latihan dari blog ghidiaz. Dan ternyata 100% akurat tipsnya. Semua soal bisa aku jawab dengan baik, karena sudah cukup persiapannya. 

Setelah tes psikotes, lima hari selanjutnya, 29 Maret 2021, aku dipanggil interview dengan HRD. Di email undangannya, HRD akan minta kita melampirkan form data pelamar, CV terakhir dan portfolio. 
Di interview ini, aku ditanya-tanya seputar pengalaman kerja sebelumnya. Apa aja kendala yang aku hadapi dan bagaimana aku mengatasinya. Sisanya sih ngobrol-ngobrol, disesuaikan sama kebutuan HRD.

Nah ternyata, besoknya, 30 Maret 2021, aku lanjut interview user. Di sini bagian serunya sih. Kita akan ditanya soal pengalaman kerja yang lebih mendalam dan urusan personal. Di sini juga aku dites reportase pakai bahasa inggris. Kaget gak tuh! Di sesi ini aku juga dikasih studi kasus yang berkaitan dengan kondisi lapangan kedepannya.

Ada satu hal lagi yang ingin aku sarankan, kalau usernya ternyata cocok nih, baiknya sih banyak jujur soal ekspektasi dan kemampuan diri antara kedua belah pihak ya (ini yang disarankan sama psikolog aku dulu), supaya sama-sama enak kedepannya. Kita bisa tau harapan kantor ke kita apa sehingga kita bisa mandiri latihan dll. Kantor juga bisa bantu kita kedepannya untuk fasilitasin hal-hal yang bisa nunjang performance kita gitu, entah nyediain pelatihan atau provide ilmu-ilmu yang dibutukan.    

Oke lanjut ke cerita proses rekrutmen, dua hari selanjutnya, 1 April 2021. aku diundang untuk tahap final interview dengan HRD lagi. Di sini kayak roller coster menurutku. Meskipun prosesnya cepat, ini gak menjamin kamu bisa lolos juga. Banyak banget pertanyaan tricky, dan pertanyaan yang menggoyahkan mental. Haha gak maksud nakutin sih, tapi itu yang aku alamin ya. 

Setelah proses ini selesai, aku diminta nunggu satu minggu dan disarankan follow up di hari yang sudah diinformasikan. Awalnya aku reach via email, tapi kayaknya agak kurang efektif. Jadi aku langsung follow up via WhatsApp. 

Dan alhamdulillah satu hari berselang, 12 April 2021, aku dapat offering leter dan here I am, hari ini adalah hari pertamaku kerja. Cerita soal pengalaman aku kerja diposting di postingan selanjutnya yaaa! 

Meditasi

Meditasi. Foto by Mohamed Hassan/Pixabay


Saat aku di PHK bulan Juni lalu, Honhon bilang gak apa-apa kalau aku gak langsung ambil kerja. Belajar aja untuk persiapan S2 sambil meditasi. Dan wow ternyata sudah 5 bulan berlalu. Aku ngapain aja? Belajar masak dan nonton Chibi Maruko Chan 😅

Gak deng. Aku join Jafra (bisnis kosmetik dengan sistem direct selling), kadang bikin konten di Instagram, kadang baca buku, kadang ikut online course dari Kartu Pra Kerja, kadang maraton fim dan series Netflix sampe bosen. Oya aku juga punya komunitas kecil-kecilan untuk latihan speaking setiap Kamis malam. Masih serabutan sih, tapi kerjaannya tetep banyak. 

Sayangnya, gerak tidak teratur kayak gini tuh gak enak juga ya, lumayan bikin overwhelming.

Saat aku coba daftar beasiswa ke luar negeri, meditasi yang honhon maksud di awal Juni itu baru terasa. Nulis essay dari pertanyaan-pertanyaan di form bikin aku harus flashback, apa aja ya kontribusiku selama ini kepada lingkungan sekitar. Apa ya ilmu yang aku dalami. Awal-awal kukira ga bakal sulit ini bikin essay, taunya, malah jadi perantara aku buat meditasi yang sebenernya. 

Well, sekarang aku jadi ngerti kalo meditasi itu bukan cuma bengong mikirin mimpi-mimpi kita. Jawabin pertanyaan-pertanyaan yang lebih terarah bisa bantu meditasi kita lebih progresif. Karena kita jadi tau apa dimana letak kurangnya kita, dan apa yang harus kita tambal agar kita bisa pantas mendapatkan impian tersebut. 

Ya, bismillah, aku coba satu tahun lagi untuk daftar S2, rasanya aku masih harus mengupgrade diri saat ini. Aku harap, satu tahun kemudian aku telah melakukan banyak hal-hal yang lebih powerful dan impactful. Ya tentunya pergerakan itu diperbaiki mulai akhir tahun ini. 

Wallahu'alam. Semoga takdir membawaku pada hal-hal baik. Aamiin 


Membuat Habits Tracker


Aku udah cerita kan ya kalau sekarang aku jobless 🙈 (cek postingan yang kemarin ya, kalau belum tau). Tapi dibalik setiap musibah memang selalu ada hikmah.


I am Ready to Walk to Another Phase

Diambil Sebelum Corona Menyerang. Dok: Rahmat Ridha.

Akhir bulan Juni menjadi akhir ceritaku di kantor media (tuuut). You can guess it guys. Yas, I got lay off. After my wedding day off, I got cursed email that told about PHK stuff. 

Sedih? Pasti! Because being a journalist has been my dream job since forever. Tapi setelah short road selama satu tahun, menjadi wartawan memang tak semudah yang aku kira. Apakah aku kapok? Enggak juga sih. Karena aku merasa belum puas terjun di dunia per-jurnalistik-an ini. 

Selama bekerja kemarin, aku masih belum banyak bertemu dan berbincang dengan orang keren. Belum juga bisa menulis dengan rapi. Belum punya nyali yang besar untuk belajar dan eksplorasi. Maka dari itu, aku masih ingin bergulat di bidang creating content. Entah self entrepreneur atau harus ngantor lagi. Pokoknya aku enggak akan berhenti belajar.  

Ngomong-ngomong, berita PHK bukan satu-satunya kabar buruk dari cerita karierku bulan ini. Klien dari kerjaan freelanceku baru saja memutuskan kerja sama, padahal baru tiga episode berjalan dan itu pun belum ada tanda-tanda akan diupload di sosmed mereka. 

Klienku bilang ingin pindah ke medium lain, yang mana dengan staff mereka pun, konten masih bisa dibuat. Tapi aku menduga, pemutusan kerja sama berhenti karena aku tak memenuhi target mereka yang seharusnya 10 video per bulan. Atau karena kualitas video yang ku buat belum sesuai standar mereka.

Tapi ya, lagi-lagi mungkin masalahku adalah soal kecepatan dan disiplin. Semoga ini tak menjadi penyakit kronis. I have to beat them! Ya aku memang seharusnya sudah sangat melek dengan kesalahan ini, karena dua kebiasaan menunda-nunda dan lamban, membuat karierku berujung petaka. 

Anyway kalau kalian juga memiliki problem yang sama soal buruknya kualitas konten yang kalian buat, coba dengerin podcast ini deh. 



Tapi, enggak masalah. Jatuh di usia muda lebih baik bukan, dari pada tergelincir di waktu tua? InsyaAllah masih banyak waktu untuk belajar dan memperbaikinya. Terjatuh tanda aku telah melakukan sesuatu, mencoba hal-hal di luar comfort zoneku dan tentunya ini menjadi pengalaman yang tidak bisa dibeli oleh uang.

Lagipula, dibalik dua kabar itu, masih banyak hal yang sangat ku syukuri hari ini. Aku baru saja menikah. Alhamdulillah financial stable, keluarga utuh dan yang pasti di tengah pandemi ini aku diberikan rezeki tempat tinggal yang strategis, yang sangat memudahkanku belajar mengemban peran baru sebagai istri. Dan di tempat baru ini, aku berdoa dan berusaha semoga lahir karya-karya baru juga corong-corong rezeki yang lain. Aamiin. 

Love Distancing while Social Distancing

Pucaknya pada tanggal 19 Februari 2020, aku merasa tidak baik-baik saja. Aku menangis sejadi-jadinya tanpa penyebab yang jelas. Aku mulai kehilangan diriku sendiri. Aku merasa tak punya arah, tak punya teman, tak punya kendali. Aku juga merasa berkompetisi dengan pasanganku sendiri. Tak kuat menanggung sendiri, akhirnya aku mengutarakan semuanya ke pasanganku. Dan itu membuat kondisi menjadi jauh lebih baik.

/20 March 2020/
Rupanya selalu sama, aku selalu membutuhkan jarak untuk diriku sendiri dengan orang lain. Jika ada orang lain atau pemahaman yang mendominasi di dalam pemikiranku, maka aku bisa kalut sekalut-kalutnya.

/just take a rest/
Malam tadi, ternyata aku menyerah lagi. Aku membutuhkan jarak. Kali ini tidak perlu banyak bicara, tinggal melanjutkan obrolan yang lalu-lalu.

Percayalah, pasangan kamu sebaik apapun ia,tidak akan bisa memberik kebahagiaan sepenuhnya untukmu. Kalau kamu belum bisa menemukan kebahagiaanmu sendiri, kamu akan lelah menunggu dia pulang, menunggu ia kembali, menunggu ia peduli dan bertanya tentang hari-harimu.

Kamu tidak akan bisa memaksanya untuk fokus kepada dirimu saja, sebagaimana kamu yang tidak bisa selalu fokus untuk memberikan ia kebahagiaan. Saranku, cari dan temukan kebahagiaanmu sendiri. Cari sesuatu yang bisa membuatmu sibuk dan punya fokus melakukan hal-hal yang bermanfaat.

Kembali kepada dirimu sendiri, temukan apa yang menjadi nilai dari dirimu. Tak perlu balas dendam atau mengharapkannya kembali. Lakukan saja itu untuk dirimu sendiri.

Untuk kamu yang sama lelahnya denganku, yang lelah mencari perhatiannya, mari istirahatkan perasaan ini. Semoga perasaan ini lekas pulih dan ceria kembali.


Your broken heart friend, 

Aulia Risyda